Rabu, 21 Desember 2011

Inilah kisah Mereka(Kita), Tuhan

DWITASARI ---

“Aku percaya kepada Allah Bapa yang Maha Kuasa, khalik langit dan bumi. Dan kepada Yesus Kristus AnakNya yang tunggal Tuhan kita.”
Ucap seorang wanita di sudut sepi sebuah gereja yang kudus. Seluruh orang beribadah dengan khusu.
“Bismillahirahmannirahim. Alhamdulillahirabbil alamin.”
Lembut suara pria itu mengalun, menambah suasana hikmat di masjid kala itu.
Yang dikandung dari Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria. Yang menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, turun ke dalam Kerajaan Maut.”
Lanjut wanita itu dengan mata tertutup, dia begitu menikmati persekutuannya dengan Tuhan yang mendengar seruan pengakuan iman rasuli dari bibirnya.
“Arrahman nirrahim. Malikiyau middin”
Bibir pria itu masih saja mengamit haru, dia membayangkan bahwa Tuhan sedang menatap wajahnya yang begitu tampan seusai dibasuh oleh air wudhu.
Pada hari yang ketiga, bangkit pula dari antara orang mati. Naik ke Sorga, duduk di sebelah kanan Allah, Bapa yang Maha Kuasa. Dan dari sana Ia akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.”
Perlahan-lahan wanita itu semakin tenggelam dalam suasana kudus dan menyejukkan yang membuat tubuhnya seakan-akan dipeluk seseorang, begitu hangat.
“Iyya kana’budu waiyya kanas ta’in. Ikhdinassiratal mustaqim.”
Pria itu mengarahkan hatinya bulat-bulat pada Tuhan. Tuhan semakin tersenyum dengan lebar, menatap umat kecintaanNya semakin mencintaNya dan menyadari keberadaanNya yang nyata.
“Aku percaya kepada Roh Kudus. Gereja yang kudus dan am, persekutuan orang kudus. Pengampunan dosa. Kebangkitan daging. Dan hidup yang kekal.”
Hatinya bergetar, bibirnya berhenti berkata-kata, wanita itu merasakan kehadiran Tuhan begitu dekat, wanita itu merasakan Tuhan sedang berada disampingnya, sedang memeluknya.
“Siratallazi na an’am ta alaihim. Ghairil maghdu bialaihim. Waladdolin, amiin.”
Pria itu menengadahkan kepalanya, hatinya bergetar dengan hebat, kembali dia rasakan kehadiran Tuhan di dekatnya, begitu lekat.
Wanita itu menduduki bangukunya, sambil kembali menatap liturgi ibadah, hatinya mendesah, “Lindungi kekasihku yang sedang berada di masjid kali ini, Tuhan. Percayalah, dia juga mencintaiMu, dia hanya menyebut namaMu dengan sebutan yang berbeda.”
Sambil mengucap surat Al-Ikhlas, pria itu menggetarkan hatinya, doa lirih terdengar dari hatinya, “Tuhan, kekasihku sedang berada di gereja. Kau tahu? Dia pun juga mencintaiMu, sama seperti aku, meskipun tempat ibadahnya berbeda dengan tempat ibadahku.”
Sang wanita melanjutkan ibadahnya, memuji Tuhan dengan hati tulusnya. Sang pria bersujud menyembah, memuja Tuhan dengan hatinya yang seluas samudera. Dalam hati, mereka mengamit resah, “Apa Tuhan melihat kisah kita?”

0 komentar:

Posting Komentar